PENDAHULUAN
Pengajaran di ruang kelas merupakan salah satu usaha
proses pendidikan kepada siswa. Pengetahuan, konsep, dan keterampilan membaca,
menulis, berhitung, dan sikap yang tepat sebagai alat untuk belajar lebih
lanjut yang harus dibangun pada awal pendidikan siswa yang secara luas disebut
Keterampilan Pendidikan Dasar.
Menyampaikan informasi yang terkandung pada
pengetahuan ke dalam kegiatan pendidikan sehari-hari bukanlah hal yang mudah.
Guru harus menyiapkan pengalaman yang siap pakai, mengerjakan tugas-tugas
administrasi, mengadakan pendekatan kepada siswa, dan sebagainya. Dalam proses
pengajaran, guru harus memahami “how to” bukan “what to.”
Agar tercapai tujuan pembelajaran yang baik, maka guru
harus betul-betul memahami konsep, petunjuk, serta nilai-nilai yang perlu
diperhatikan pada penyusunan perencanaan pengajaran. Sehingga guru dapat
menjadikan bentuk pengalaman belajar yang diberikan bermakna bagi siswa.
PEMBAHASAN
A.
Fakta
Pengajaran
Secara harfiah kata fakta berarti
sesuatu yang telah diketahui atau telah benar-benar terjadi. Bisa juga
diartikan bahwa fakta adalah sesuatu yang dipercaya atau apa yang benar
merupakan kenyataan, realitas yang real, benar, dan juga merupakan kenyataan
yang nyata.
Menurut Reigeluth, (1987:98)
yang dimaksud fakta kaitannya dengan pengajaran asosiasi antara objek,
peristiwa atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata atau
imajinasi. Fakta dalam hal ini dimaksudkan dapat berupa nama-nama objek, nama
tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian suatu benda, dan
lain-lain.
Perlu
disadari bahwa fakta bukan tujuan akhir dari sebuah pengajaran. Pengetahuan
yang hanya bertumpu kepada fakta akan sangat terbatas sebab:
1. Kemampuan kita untuk mengingat
sangat terbatas.
2. Fakta itu bisa berubah pada suatu
waktu, misalnya tentang perubahan iklim suatu kota, perubahan bentuk
pemerintahan, dan sebagainya.
3. Fakta hanya berkenaan dengan situasi
khusus.
B. Konsep Perencanaan Pengajaran
Konsep adalah suatu istilah,
pengungkapan abstrak yang digunakan untuk tujuan mengklasifikasikan atau
mengkategorikan suatu kelompok dari suatu benda, gagasan atau peristiwa.
Misalnya, jika kita menyebutkan kata “keluarga” maka yang termasuk ke dalam
konsep keluarga itu termasuk bapak, ibu, anak-anak, saudara, dan sebagainya.
Untuk lebih menjelaskan pengertian
tentang konsep, berikut ini dikemukakan beberapa sifatnya:
1. Konsep itu bersifat abstrak. Ia
merupakan gambaran mental tentang benda, peristiwa, atau kegiatan. Misalnya,
kita mendengat kata “kelompok”, kita bisa membayangkan apa kelompok itu.
2. Konsep itu merupakan “kumpulan” dari
benda-benda yang memiliki karakteristik atau kualitas secara umum.
3. Konsep itu bersifat personal,
pemahaman orang tentang konsep “kelompok” misalnya mungkin berbeda dengan
pemahaman orang lain.
4. Konsep dipelajari melalui pengalaman
dengan belajar.
5. Konsep bukan persoalan arti kata,
seperti di dalam kamus. Kamus memiliki makna lain yang lebih luas.
Kaitannya
dengan pengajaran, konsep dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok
objek atau peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum yang sama dan
diidentifikasi dengan nama yang sama, misalnya konsep tentang manusia, hari
akhir, surga dan neraka. Konsep di sini dapat
berupa pengertian, definisi, dan hakikat inti dari isi.
Berbicara mengenai perencanaan, William H. Newman
dalam bukunya Administrative Action Techniques of Organization and
Management mengemukakan bahwa ”Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan.
Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan
dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode
dan prosedur tertentu dan penentuan
kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.”
Nana Sudjana (2000:61)
mengemukakan bahwa perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan
keputusan tentang tindakan yang akan
dilakukan pada waktu yang akan datang. Hal senada juga dikemukakan oleh
Hadari Nawawi (1983:16) bahwa perencanaan berarti menyusun langkah-langkah
penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah dan
mencapai tujuan tertentu.
Sejalan dengan pendapat di
atas, Kaufman (1972) memandang bahwa perencanaan itu adalah suatu proses untuk
menetapkan “ke mana harus pergi” dan bagaimana agar sampai ke “tempat” itu
dengan cara yang paling efektif dan efisien. Menurut Terry (1993) bahwa
perencanaan itu pada dasarnya adalah penetapan pekerjaan yang harus
dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sedangkan pengajaran dapat
diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing,
membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar.
Dengan kata lain, pengajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan
pengalaman bagi peserta didik. (Jones at. Al dalam Mulyani Sumantri, 1988:95)
Dalam konteks pengajaran,
perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran,
pengguaan media pengajaran, pengunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan
penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan
uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, yaitu:
1. Perencanaan pengajaran sebagai teknologi, adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan
teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku terhadap solusi dan
problem-problem pengajaran.
2. Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem, adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan
prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran.
3. Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin, adalah cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil
penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap
strategi tersebut.
4. Perencanaan pengajaran sebagai sains (science), adalah
mengkreasi secara detail terhadap materi pelajaran dengan segala tingkatan
kompleksitasnya.
5. Perencanaan pengajaran sebagai suatu proses, adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang
digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran
untuk menjamin kualitas pembelajaran.
6. Perencanaan pengajaran sebagai realitas, adalah pengajaran dikembangkan dengan menghubungkan
pengajaran dari waktu ke waktu dan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan
telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.
C.
Prinsip Persiapan
Pengajaran
Pengertian prinsip kaitannya
dengan pengajaran merupakan hubungan sebab akibat antara konsep, misalnya
hubungan diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan keji dan mungkar.
Prinsip dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat, adagium, dan
paradigma.
Dalam hal membuat
perencanaan yang baik dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal,
setiap guru harus mengetahui unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik,
antara lain: mengidentifikasi kebutuhan siswa, tujuan yang hendak dicapai,
berbagai strategi dan skenario yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan,
dan kriteria evaluasi (Hunt, 1999:24). Bersamaan dengan itu peran guru dalam
mengembangkan strategi amat penting, karena aktivitas belajar siswa sangat
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku guru di dalam kelas. Lebih lanjut, peran
guru dalam hal ini bukan hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan
sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah belajar, serta mendorong
siswa untuk belajar menggunakan berbagai variasi media, sumber belajar yang
sesuai serta menunjang pembentukan kompetensi.
Berkenaan dengan hal
tersebut di atas, E. Mulyasa (2004:80) mengemukakan beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam mengembangkan persiapan mengajar, yaitu:
1.
Rumusan standar kompetensi
dalam persiapan mengajar harus jelas. Semakin konkrit standar kompetensi,
semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan
untuk membentuk kompetensi tersebut.
2.
Persiapan
mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan
pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
3.
Kegiatan-kegiatan
yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan
sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
4.
Persiapan
mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapainnya.
5.
Harus ada
kordinasi antara komponen pelaksana program sekolah, terutama apabila
pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving
class.
D.
Prosedur
Pengajaran
Prosedur adalah urutan
langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah tertentu, atau membuat
sesuatu. Prosedur dalam yang dimaksudkan dalam hal ini dapat berupa langkah-langkah mengerjakan
sesuatu secara urut, misalnya wudlu, shalat, haji, langkah-langkah menelepon,
cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.
Adapun langkah-langkah yang
harus kita lakukan dalam merumuskan perencanaan pengajaran yang baik antara
lain sebagai berikut.
1.
Merumuskan Tujuan
Pembelajaran.
Rumusan tujuan pembelajaran harus mencangkup 3 aspek
penting yang diistilahkan oleh Bloom (1956) merupakan domain kognitif, afektif,
dan psikomotorik.
a.
Domain kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pembelajaran yang
berkaitan dengan pengembangan aspek intelektual siswa, melalui penguasaan
pengetahuan dan informasi.
b.
Domain afektif
Domain afektif berhubungan dengan sikap dan apresiasi
seseorang terhadap suatu hal.
c.
Domain
psikomotorik
Domain psikomotorik menggambarkan kemampuan atau
keterampilan (skil) seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau performance.
Keterampilan ini dapat berupa keterampilan fisik dan keterampilan nonfisik.
Keterampilan fisik adalah keterampilan seseorang untuk mengerjakan sesuatu
dengan menggunakan otot; sedangkan keterampilan nofisik adalah keterampilan
seseorang dalam menggunakan otak sebagai alat utama dalam mengerjakan dan
memecahkan suatu masalah.
2.
Menganalisis
Pengalaman Belajar
Belajar bukan hanya mencatat dan menghafal, akan
tetapi proses dari terbentuknya pengalaman. Oleh sebab itu, siswa harus
didorong secara aktif untuk melakukan aktivitas tertentu, misalnya melalui
wawancara, observasi, dan sebagainya. Proses pembelajaran juga dapat dilakukan
dengan simulasi atau dramatisasi. Hal ini sangat penting karena tujuan yang
diharapkan tidak hanya sekedar mengingat, akan tetapi dapat menghayati suatu
peran tertentu yang tidak lain agar mental dan emosi siswa dapat berkembang
dengan baik.
Dalam kasus lain kita juga bisa memfasilitasi siswa
untuk menceritakan suatu gambar atau foto. Melalui gambar atau foto kita dapat
melatih kemampuan siswa untuk mengembangkan kemampuan berimajinasi siswa. Atau
pada kesempatan lain kita dapat memfasilitasi siswa melalui belajar kelompok.
Aktivitas pembelajaran semacam ini sangat baik untuk memberikan pengalaman pada
siswa agar mampu bersosialisasi atau mampu berhubungan sosial dengan orang
lain.
3.
Penentuan
Kegiatan Belajar Mengajar yang Baik
Menentukan kegiatan belajar yang sesuai pada dasarnya
kita dapat merancang melalui pendekatan kelompok maupun pendekatan individu.
Pendekatan kelompok adalah pembelajaran yag dirancang dengan menggunakan
pendekatan klasikal, yakni pembelajaran di mana setiap siswa belajar secara
kelompok; sedangkan pendekatan individual adalah pembelajaran di mana siswa
belajar secara mandiri, sehingga siswa dapat belajar menurut kecepatan dan
kemampuan masing-masing.
4.
Penentuan Bahan
dan Alat
Penentuan dan penyeleksian bahan dan alat dalam
kaitannya dengan perencanaan pengajaran harus mempertimbangkan hal-hal yang
penting, di antaranya mengnai keberagaman kemampuan intelektual siswa, tujuan
pembelajaran yang harus dicapai siswa, dan penggunaan alternatif pengalaman
belajar.
5.
Fasilitas fisik
Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh
terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Fasilitas fisik yang dimaksudkan
dalam hal ini meliputi ruangan kelas, pusat media, dan laboratorium.
6.
Perencanaan
Evaluasi dan Pengembangan
Prosedur evaluasi merupakan faktor penting dalam
perencanaan pembelajaran. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa akan memberikan
beberapa informasi penting, di antaranya:
a.
Kelemahan dalam
perencanaan pembelajaran, yakni mengenai isi pelajaran, prosedur pembelajaran
dan bahan pengajaran yang digunakan.
b.
Kekeliruan
mendiagnosis siswa tentang kesiapan mengikuti pembelajaran.
c.
Kelemahan-kelemahan
instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa mencapai tujuan
pembelajaran.
E.
Kecakapan
Individu dalam Pengajaran
Pengembangan kecakapan (skill)
didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa proses pembelajaran selain berupa
penguasaan siswa terhadap kompetensi, kemampuan dasar, dan materi pembelajaran
tertentu, juga berupa kecakapan lain yang secara implisit diperoleh melalui
pengalaman belajar. Sebagai contoh dalam mempelajari topik “Demokrasi” selain
menguasai konsep dan proses demokrasi, pada diri siswa juga dihasilkan sikap
terhadap nilai-nilai demokrasi dan menjadi warga negara yang aktif
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun jenis-jenis kecakapan
(skill) yang perlu dikembangkan melalui pengalaman belajar antara lain
meliputi:
1.
Kecakapan diri (personal
skill)
a.
Penghayatan diri
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
b.
Motivasi
berprestasi
c.
Komitmen
d.
Percaya diri
e.
Mandiri
2.
Kecakapan
berpikir rasional (thinking skill)
a.
Berpikir kritis
dan logis
b.
Berpikir
sistematis
c.
Cakap menyusun
rencana secara sistematis
d.
Cakap memecahkan
masalah secara sistematis
3.
Kecakapan
sosial (social skill)
a.
Kecakapan untuk
bersosialisasi
b.
Kecakapan
kepedulian
c.
Kecakapan
mengadakan hubungan dengan orang lain.
4.
Kecakapan
akademik (academic skill)
a.
Kecakapan
merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah.
b.
Kecakapan
membuat karya tulis ilmiah.
c.
Kecakapan
mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan
masalah, baik berupa proses maupun produk.
5.
Kecakapan
vokasional (vocational skill)
a.
Kecakapan
menemukan algoritma,
model, prosedur untuk mengerjakan tugas tertentu.
b.
Kecakapan
melaksanakan prosedur.
c.
Kecakapan
mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan, dan alat yang telah
dipelajari.
F.
Sikap
Pengajaran
1.
Pengertiaan
Sikap
Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku
individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda, atau
gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat
tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek
tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978:315). Menurut Berkowitz (Azwar,
1995:5), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung (favorable)
atau tidak mendukung (unfavorable). Thurstone (Azwar, 1995:5) memformulasikan
sikap sebagai derajat afek positif dan afek negative terhadap suatu objek
psikologis.
Dari berbagai macam pengertian di atas dapat diambil
sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan
penilaian seseorang terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain, maupun
dirinya sendiri akibat dari proses belajar yang menyebabkan perasaan senang
(positif) atau tidak senang (negatif).
2.
Sikap Siswa
dalam Pengajaran
Sikap siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar
sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya proses pembelajaran
tersebut. Menurut Suke Silverius (Riyono, 2005:11), sikap siswa dalam proses
pembelajaran meliputi lima tingkat kemampuan, yaitu:
a. Kemampuan menerima (receiving)
Tingkat ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan
siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
b.
Kemampuan
menanggapi/menjawab (responding)
Pada tingkatan ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu
objek atau fenomena tetapi juga bereaksi terhadapnya.
c.
Kemampuan
menilai (valuing)
Tingkat ini berkenaan dengan nilai yang dikenakan
siswa terhadap suatu objek atau fenomena tertentu.
d.
Kemampuan
mengorganisasi (organization)
Hasil belajar pada tingkat ini berkenaan dengan
organisasi suatu nilai (merencanakan suatu pekerjaan untuk memenuhi, mengatur,
menyusun, dan mempertahankan kebutuhannya).
e.
Karakteristik
dengan suatu nilai atau kompleks nilai
Hasil belajar pada tingkat ini penekanannya diletakkan
pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik
siswa.
Untuk pemahaman uraian di atas, kami sajikan contoh
penelitian terkait tingkatan siswa terhadap pembelajaran metematika yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:
1)
Pada tingkat
pertama (menerima), sikap positif siswa dapat dilihat dari kesiapan siswa
mengikuti pembelajaran siswa mengikuti pembelajaran matematika di kelas.
2)
Pada tingkat
kedua (menanggapi), siswa yang bersikap positif akan cenderung menyenangi
pembelajaran di kelas.
3)
Pada tingkat
ketiga (menilai), siswa yang bersikap positif akan berusaha mempelajari materi
matematika lebih dalam lagi, misalnya belajar di rumah.
4)
Pada tingkat
keempat (organisasi), siswa yang bersikap positif akan berusaha menyelesaikan
masalah/soal-soal matematika yang ada secara maksimal walaupun soal-soal
tersebut tergolong sangat sulit sekalipun.
5)
Pada tingkat
kelima (karakteristik), siswa yang bersikap positif akan berusaha menerapkan
pengetahuannya dala memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari atau dapat
berpikir kritis dalam menghadapi segala hal.
3.
Strategi
Mengajarkan Perubahan Sikap
Sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi
dan pengalaman seseorang, dan bukan merupakan faktor bawaan atau faktor intern
seseorang (Jalaluddin, 1996:187). Dengan demikian, sikap terbentuk oleh adanya
interaksi sosial yang dialami oleh individu. Azwar (1998:30-38) menyebutkan
bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, antara
lain yaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting,
media massa, lembaga pendidikan, dan faktor emosi dalam diri individu.
Secara teknis, strategi pengembangan sikap dan
perilaku bermoral siswa dalam kegiatan pembelajaran setidaknya dapat ditempuh
melalui tiga alternatif strategi secara terpadu, yaitu:
a.
Mengintegrasikan
konten kurikulum pembelajaran moral yang telah dirumuskan ke dalam mata pelajaran yang relevan, terutama mata
pelajaran agama, kewarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun
bahasa daerah).
b.
Mengintegrasikan
pembelajara moral ke dalam kegiatan yang telah diprogramkan atau direncanakan.
c.
Membangun
komunikasi dan kerjasama antara pihak sekolah dengan orangtua peserta didik.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian
materi yang telah dipaparkan di atas, dapat kami simpulkan bahwa pada
hakikiatnya, sebelum kita mempersiapkan proses pembelajaran kita harus
mengetahui apa itu fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur-prosedur kaitannya
dengan pengajaran.
Menurut
Reigeluth, (1987:98) yang dimaksud fakta kaitannya dengan pengajaran asosiasi
antara objek, peristiwa atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan
nyata atau imajinasi. Fakta dalam hal ini dimaksudkan dapat berupa nama-nama
objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian suatu
benda, dan lain-lain.
Kaitannya dengan pengajaran, konsep
dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok objek atau peristiwa atau
simbol yang memiliki karakteristik umum yang sama dan diidentifikasi dengan
nama yang sama, misalnya konsep tentang manusia, hari akhir, surga dan neraka. Konsep di sini dapat berupa pengertian, definisi, dan
hakikat inti dari isi.
Pengertian
prinsip kaitannya dengan pengajaran merupakan hubungan sebab akibat antara
konsep, misalnya hubungan diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan
keji dan mungkar. Prinsip dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat,
adagium, dan paradigma.
Prosedur adalah
urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah tertentu, atau
membuat sesuatu. Prosedur dalam yang dimaksudkan dalam hal ini dapat berupa langkah-langkah mengerjakan
sesuatu secar a urut, misalnya wudlu, shalat, haji, langkah-langkah menelepon,
cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.
Adapun terkait
dengan hal kecakapan individu dalam pengajaran ini berupa recall atau
aplikasi kecakapan yang harus dicapai siswa, yakni meliputi:
·
Kecakapan diri (personal
skill)
·
Kecakapan
berpikir rasional (thinking skill)
·
Kecakapan sosial
(social skill)
·
Kecakapan
akademik (academic skill)
·
Kecakapan
vokasional (vocational skill)
Sedangkan sikap
yang harus dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran meliputi lima
tingkat kemampuan, yaitu meliputi kemampuan menerima (receiving), kemampuan
menanggapi/menjawab (responding), kemampuan menilai (valuing), kemampuan
mengorganisasi (organization), dan karakteristik dengan suatu nilai atau
kompleks nilai.