Jumat, 25 Oktober 2013

Pohon Kelapa, Di sanalah Ku Gantungkan Hidupku

JALAN HIDUP (Rubrik Majalah OBSESI 2013) Pengrajin Gula Kelapa Laporan: Rofik Andi H. & A. Arifin Zain

Dewasa ini tidak dapat dipungkiri oleh beberapa kalangan yang berada di taraf ekonomi menengah ke bawah, betapa sulitnya mencari selembar uang demi sesuap nasi. Terlebih ketika terjadi lonjakan kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) beberapa bulan yang lalu yang berimbas terhadap naiknya harga kebutuhan bahan makanan pokok. Sebut saja, Kholidun, warga Desa Kramat Rt 06/02 Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga, adalah salah satu orang yang mengaku bahwa betapa sulit mencari rezeki di tengah peradaban seperti sekarang ini. Semua serba mahal. Setiap hari ia harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga, istri beserta kedua anaknya. Pria kelahiran Purbalingga, tanggal 3 Juli 1978 ini setiap hari harus memanjat pohon kelapa untuk mengambil “badeg” atau sari gula (dari manggar; bakal buah kelapa) untuk diambil airnya dan dimasukan ke dalam wadah bambu yang diikatkan di pinggangnya. Dalam budaya Jawa dikenal dengan istilah nderes. Ia menggelutii aktivitas pekerjaan ini mulai tahun 2005, atau sekitar 8 tahun yang lalu. Di usianya yang sudah berkepala tiga, ia tetap semangat dalam menekuni pekerjaan ini yang notabennya adalah sebuah pekerjaan yang sangat jarang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya, kecuali oleh beberapa orang yang bertempat tinggal di daerah pegunungan. Ketika tim redaksi menyempatkan berkunjung ke rumahnya dan menanyakan mengenai kesemangatannya sehingga menjadikan ia bertahan dalam menekuni pekerjaannya itu, dengan ramah ia menjawab; “Nek gelem mangkat ya mesti olih!!” Ya benar, jika kita mau berusaha pasti kita akan mendapatkan hasil dari apa yang kita usahakan. Inilah yang patut dan perlu kita refleksikan terhadap diri kita masing-masing. Sudahkah kita berusaha dan semangat dalam menekuni aktivitas kita sebagai insan yang bermartabat? Kehidupan diibaratkan sebagai roda berputar. Terkadang di atas, terkadang pula di bawah. Begitu pula yang dialami oleh Kholidun. Terkadang ia sangat merasa berat dan payah ketika cuaca tidak mendukung, misalnya hujan. Dengan perlahan-lahan ia harus memanjat pohon kelapa satu per satu. Sungguh pekerjaan yang sangat berisiko. Di samping itu, kayu bakar yang digunakan untuk memasak (membuat gula) pun juga menjadi kendala karena belum terlalu kering. Sistem pekerjaan ini biasanya adalah dengan sistem kontrak untuk beberapa tahun. Artinya, dia harus menyewa beberapa pohon kelapa kepada pemiliknya dan pemilik pohon biasanya meminta 10% - 15% dari gula yang telah jadi, atau tergantung pada kesepakatan bersama di antara mereka. Karena, pohon kelapa ini tidak akan berbuah selama diambil badeg atau sari gulanya. Adapun omset yang diperoleh Kholidun per hari sekitar 15 kg badeg atau jika dirupiahkan sekitar Rp.50.000,- sampai Rp.70.000,-. Namun, omset itu masih bersifat kotor. Dalam arti, belum dikalkulasikan dengan anggaran biaya untuk pembuatan gula, pembelian kayu bakar, sewa pohon, pemasaran, dan lain-lain. Sebenarnya proses pembuatan gula kelapa ini cukup mudah. Badeg yang sudah diambil dari pohonnya kemudian dimasukkan ke dalam wajan besar dan dimasak selama beberapa jam sampai kental. Setelah itu dicetak dalam wadah atau cetakan-cetakan yang telah disediakan dan dibiarkan sampai dingin. Setelah gula yang telah jadi sudah terkumpul banyak, seminggu sekali biasanya baru dibawa ke pasar untuk dijual. Walaupun proses pembuatan gula kelapa ini cukup mudah, tetapi tidak sumua orang mau menggeluti pekerjaan ini. Selain berisiko, juga memerlukan ketekunan dan kesabaran ekstra. Jangan pernah kita menilai orang lain dari sebuah pekerjaan semata, tetapi nilailah atas makna dan usaha yang dia kerjakan!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar