Minggu, 28 Juli 2013

RUMUSAN STRATEGI PEMBELAJARAN


PENDAHULUAN

Pengajaran di ruang kelas merupakan salah satu usaha proses pendidikan kepada siswa. Pengetahuan, konsep, dan keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan sikap yang tepat sebagai alat untuk belajar lebih lanjut yang harus dibangun pada awal pendidikan siswa yang secara luas disebut Keterampilan Pendidikan Dasar.
Menyampaikan informasi yang terkandung pada pengetahuan ke dalam kegiatan pendidikan sehari-hari bukanlah hal yang mudah. Guru harus menyiapkan pengalaman yang siap pakai, mengerjakan tugas-tugas administrasi, mengadakan pendekatan kepada siswa, dan sebagainya. Dalam proses pengajaran, guru harus memahami “how to” bukan “what to.”
Agar tercapai tujuan pembelajaran yang baik, maka guru harus betul-betul memahami konsep, petunjuk, serta nilai-nilai yang perlu diperhatikan pada penyusunan perencanaan pengajaran. Sehingga guru dapat menjadikan bentuk pengalaman belajar yang diberikan bermakna bagi siswa.[1]









PEMBAHASAN

A.    Fakta Pengajaran
Secara harfiah kata fakta berarti sesuatu yang telah diketahui atau telah benar-benar terjadi. Bisa juga diartikan bahwa fakta adalah sesuatu yang dipercaya atau apa yang benar merupakan kenyataan, realitas yang real, benar, dan juga merupakan kenyataan yang nyata.
Menurut Reigeluth, (1987:98) yang dimaksud fakta kaitannya dengan pengajaran asosiasi antara objek, peristiwa atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata atau imajinasi. Fakta dalam hal ini dimaksudkan dapat berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian suatu benda, dan lain-lain.[2]
Perlu disadari bahwa fakta bukan tujuan akhir dari sebuah pengajaran. Pengetahuan yang hanya bertumpu kepada fakta akan sangat terbatas sebab:
1.      Kemampuan kita untuk mengingat sangat terbatas.
2.      Fakta itu bisa berubah pada suatu waktu, misalnya tentang perubahan iklim suatu kota, perubahan bentuk pemerintahan, dan sebagainya.
3.      Fakta hanya berkenaan dengan situasi khusus.[3]

B.     Konsep Perencanaan Pengajaran
Konsep adalah suatu istilah, pengungkapan abstrak yang digunakan untuk tujuan mengklasifikasikan atau mengkategorikan suatu kelompok dari suatu benda, gagasan atau peristiwa. Misalnya, jika kita menyebutkan kata “keluarga” maka yang termasuk ke dalam konsep keluarga itu termasuk bapak, ibu, anak-anak, saudara, dan sebagainya.
Untuk lebih menjelaskan pengertian tentang konsep, berikut ini dikemukakan beberapa sifatnya:
1.      Konsep itu bersifat abstrak. Ia merupakan gambaran mental tentang benda, peristiwa, atau kegiatan. Misalnya, kita mendengat kata “kelompok”, kita bisa membayangkan apa kelompok itu.
2.      Konsep itu merupakan “kumpulan” dari benda-benda yang memiliki karakteristik atau kualitas secara umum.
3.      Konsep itu bersifat personal, pemahaman orang tentang konsep “kelompok” misalnya mungkin berbeda dengan pemahaman orang lain.
4.      Konsep dipelajari melalui pengalaman dengan belajar.
5.      Konsep bukan persoalan arti kata, seperti di dalam kamus. Kamus memiliki makna lain yang lebih luas.[4]
Kaitannya dengan pengajaran, konsep dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok objek atau peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum yang sama dan diidentifikasi dengan nama yang sama, misalnya konsep tentang manusia, hari akhir, surga dan neraka. Konsep di sini dapat berupa pengertian, definisi, dan hakikat inti dari isi.[5]
Berbicara mengenai perencanaan, William H. Newman dalam bukunya Administrative Action Techniques of Organization and Management mengemukakan bahwa ”Perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Perencanaan mengandung rangkaian-rangkaian putusan yang luas dan penjelasan-penjelasan dari tujuan, penentuan kebijakan, penentuan program, penentuan metode-metode dan prosedur tertentu  dan penentuan kegiatan berdasarkan jadwal sehari-hari.”
Nana Sudjana (2000:61) mengemukakan bahwa perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan  dilakukan pada waktu yang akan datang. Hal senada juga dikemukakan oleh Hadari Nawawi (1983:16) bahwa perencanaan berarti menyusun langkah-langkah penyelesaian suatu masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan yang terarah dan mencapai tujuan tertentu.

Sejalan dengan pendapat di atas, Kaufman (1972) memandang bahwa perencanaan itu adalah suatu proses untuk menetapkan “ke mana harus pergi” dan bagaimana agar sampai ke “tempat” itu dengan cara yang paling efektif dan efisien. Menurut Terry (1993) bahwa perencanaan itu pada dasarnya adalah penetapan pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.[6]

Sedangkan pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh guru dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserta didik untuk memiliki pengalaman belajar. Dengan kata lain, pengajaran adalah suatu cara bagaimana mempersiapkan pengalaman bagi peserta didik. (Jones at. Al dalam Mulyani Sumantri, 1988:95)[7]

Dalam konteks pengajaran, perencanaan dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, pengguaan media pengajaran, pengunaan pendekatan dan metode pengajaran, dan penilaian dalam suatu alokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Berdasarkan uraian di atas, konsep perencanaan pengajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yaitu:
1.      Perencanaan pengajaran sebagai teknologi, adalah suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku terhadap solusi dan problem-problem pengajaran.
2.      Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem, adalah sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran.
3.      Perencanaan pengajaran sebagai sebuah disiplin, adalah cabang dari pengetahuan  yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut.
4.      Perencanaan pengajaran sebagai sains (science), adalah mengkreasi secara detail terhadap materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya.
5.      Perencanaan pengajaran sebagai suatu proses, adalah pengembangan pengajaran secara sistemik yang digunakan secara khusus atas dasar teori-teori pembelajaran dan pengajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran.
6.      Perencanaan pengajaran sebagai realitas, adalah pengajaran dikembangkan dengan menghubungkan pengajaran dari waktu ke waktu dan mengecek secara cermat bahwa semua kegiatan telah sesuai dengan tuntutan sains dan dilaksanakan secara sistematik.[8]

C.    Prinsip Persiapan Pengajaran
Pengertian prinsip kaitannya dengan pengajaran merupakan hubungan sebab akibat antara konsep, misalnya hubungan diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan keji dan mungkar. Prinsip dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat, adagium, dan paradigma.[9]
Dalam hal membuat perencanaan yang baik dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang ideal, setiap guru harus mengetahui unsur-unsur perencanaan pembelajaran yang baik, antara lain: mengidentifikasi kebutuhan siswa, tujuan yang hendak dicapai, berbagai strategi dan skenario yang relevan digunakan untuk mencapai tujuan, dan kriteria evaluasi (Hunt, 1999:24). Bersamaan dengan itu peran guru dalam mengembangkan strategi amat penting, karena aktivitas belajar siswa sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku guru di dalam kelas. Lebih lanjut, peran guru dalam hal ini bukan hanya sebagai transformator, tetapi harus berperan sebagai motivator yang dapat membangkitkan gairah belajar, serta mendorong siswa untuk belajar menggunakan berbagai variasi media, sumber belajar yang sesuai serta menunjang pembentukan kompetensi.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, E. Mulyasa (2004:80) mengemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam mengembangkan persiapan mengajar, yaitu:
1.      Rumusan standar kompetensi dalam persiapan mengajar harus jelas. Semakin konkrit standar kompetensi, semakin mudah diamati dan semakin tepat kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan untuk membentuk kompetensi tersebut.
2.      Persiapan mengajar harus sederhana dan fleksibel serta dapat dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
3.      Kegiatan-kegiatan yang disusun dan dikembangkan dalam persiapan mengajar harus menunjang dan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan.
4.      Persiapan mengajar yang dikembangkan harus utuh dan menyeluruh, serta jelas pencapainnya.
5.      Harus ada kordinasi antara komponen pelaksana program sekolah, terutama apabila pembelajaran dilaksanakan secara tim (team teaching) atau moving class.[10]

D.    Prosedur Pengajaran
Prosedur adalah urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah tertentu, atau membuat sesuatu. Prosedur dalam yang dimaksudkan dalam hal ini  dapat berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secara urut, misalnya wudlu, shalat, haji, langkah-langkah menelepon, cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.[11]
Adapun langkah-langkah yang harus kita lakukan dalam merumuskan perencanaan pengajaran yang baik antara lain sebagai berikut.
1.      Merumuskan Tujuan Pembelajaran.
Rumusan tujuan pembelajaran harus mencangkup 3 aspek penting yang diistilahkan oleh Bloom (1956) merupakan domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
a.       Domain kognitif
Domain kognitif adalah tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan aspek intelektual siswa, melalui penguasaan pengetahuan dan informasi.
b.      Domain afektif
Domain afektif berhubungan dengan sikap dan apresiasi seseorang terhadap suatu hal.
c.       Domain psikomotorik
Domain psikomotorik menggambarkan kemampuan atau keterampilan (skil) seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau performance. Keterampilan ini dapat berupa keterampilan fisik dan keterampilan nonfisik. Keterampilan fisik adalah keterampilan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan menggunakan otot; sedangkan keterampilan nofisik adalah keterampilan seseorang dalam menggunakan otak sebagai alat utama dalam mengerjakan dan memecahkan suatu masalah.

2.      Menganalisis Pengalaman Belajar
Belajar bukan hanya mencatat dan menghafal, akan tetapi proses dari terbentuknya pengalaman. Oleh sebab itu, siswa harus didorong secara aktif untuk melakukan aktivitas tertentu, misalnya melalui wawancara, observasi, dan sebagainya. Proses pembelajaran juga dapat dilakukan dengan simulasi atau dramatisasi. Hal ini sangat penting karena tujuan yang diharapkan tidak hanya sekedar mengingat, akan tetapi dapat menghayati suatu peran tertentu yang tidak lain agar mental dan emosi siswa dapat berkembang dengan baik.
Dalam kasus lain kita juga bisa memfasilitasi siswa untuk menceritakan suatu gambar atau foto. Melalui gambar atau foto kita dapat melatih kemampuan siswa untuk mengembangkan kemampuan berimajinasi siswa. Atau pada kesempatan lain kita dapat memfasilitasi siswa melalui belajar kelompok. Aktivitas pembelajaran semacam ini sangat baik untuk memberikan pengalaman pada siswa agar mampu bersosialisasi atau mampu berhubungan sosial dengan orang lain.

3.      Penentuan Kegiatan Belajar Mengajar yang Baik
Menentukan kegiatan belajar yang sesuai pada dasarnya kita dapat merancang melalui pendekatan kelompok maupun pendekatan individu. Pendekatan kelompok adalah pembelajaran yag dirancang dengan menggunakan pendekatan klasikal, yakni pembelajaran di mana setiap siswa belajar secara kelompok; sedangkan pendekatan individual adalah pembelajaran di mana siswa belajar secara mandiri, sehingga siswa dapat belajar menurut kecepatan dan kemampuan masing-masing.
4.      Penentuan Bahan dan Alat
Penentuan dan penyeleksian bahan dan alat dalam kaitannya dengan perencanaan pengajaran harus mempertimbangkan hal-hal yang penting, di antaranya mengnai keberagaman kemampuan intelektual siswa, tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, dan penggunaan alternatif pengalaman belajar.

5.      Fasilitas fisik
Fasilitas fisik merupakan faktor yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan proses pembelajaran. Fasilitas fisik yang dimaksudkan dalam hal ini meliputi ruangan kelas, pusat media, dan laboratorium.

6.      Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan
Prosedur evaluasi merupakan faktor penting dalam perencanaan pembelajaran. Evaluasi terhadap hasil belajar siswa akan memberikan beberapa informasi penting, di antaranya:
a.       Kelemahan dalam perencanaan pembelajaran, yakni mengenai isi pelajaran, prosedur pembelajaran dan bahan pengajaran yang digunakan.
b.      Kekeliruan mendiagnosis siswa tentang kesiapan mengikuti pembelajaran.
c.       Kelemahan-kelemahan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa mencapai tujuan pembelajaran.[12]

E.     Kecakapan Individu dalam Pengajaran
Pengembangan kecakapan (skill) didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa proses pembelajaran selain berupa penguasaan siswa terhadap kompetensi, kemampuan dasar, dan materi pembelajaran tertentu, juga berupa kecakapan lain yang secara implisit diperoleh melalui pengalaman belajar. Sebagai contoh dalam mempelajari topik “Demokrasi” selain menguasai konsep dan proses demokrasi, pada diri siswa juga dihasilkan sikap terhadap nilai-nilai demokrasi dan menjadi warga negara yang aktif berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun jenis-jenis kecakapan (skill) yang perlu dikembangkan melalui pengalaman belajar antara lain meliputi:
1.      Kecakapan diri (personal skill)
a.       Penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
b.      Motivasi berprestasi
c.       Komitmen
d.      Percaya diri
e.       Mandiri
2.      Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)
a.       Berpikir kritis dan logis
b.      Berpikir sistematis
c.       Cakap menyusun rencana secara sistematis
d.      Cakap memecahkan masalah secara sistematis
3.      Kecakapan sosial (social skill)
a.       Kecakapan untuk bersosialisasi
b.      Kecakapan kepedulian
c.       Kecakapan mengadakan hubungan dengan orang lain.
4.      Kecakapan akademik (academic skill)
a.       Kecakapan merancang, melaksanakan, dan melaporkan hasil penelitian ilmiah.
b.      Kecakapan membuat karya tulis ilmiah.
c.       Kecakapan mentransfer dan mengaplikasikan hasil-hasil penelitian untuk memecahkan masalah, baik berupa proses maupun produk.
5.      Kecakapan vokasional (vocational skill)
a.       Kecakapan menemukan algoritma[13], model, prosedur untuk mengerjakan tugas tertentu.
b.      Kecakapan melaksanakan prosedur.
c.       Kecakapan mencipta produk dengan menggunakan konsep, prinsip, bahan, dan alat yang telah dipelajari.[14]

F.     Sikap Pengajaran
1.      Pengertiaan Sikap
Sikap merupakan kecenderungan pola tingkah laku individu untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu terhadap orang, benda, atau gagasan. Sikap dapat diartikan sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun, 1978:315). Menurut Berkowitz (Azwar, 1995:5), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung (favorable) atau tidak mendukung (unfavorable). Thurstone (Azwar, 1995:5) memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif dan afek negative terhadap suatu objek psikologis.
Dari berbagai macam pengertian di atas dapat diambil sebuah pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penerimaan, tanggapan, dan penilaian seseorang terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain, maupun dirinya sendiri akibat dari proses belajar yang menyebabkan perasaan senang (positif) atau tidak senang (negatif).

2.      Sikap Siswa dalam Pengajaran
Sikap siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar sangat besar pengaruhnya terhadap berhasil tidaknya proses pembelajaran tersebut. Menurut Suke Silverius (Riyono, 2005:11), sikap siswa dalam proses pembelajaran meliputi lima tingkat kemampuan, yaitu:
a.       Kemampuan menerima (receiving)
Tingkat ini berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
b.      Kemampuan menanggapi/menjawab (responding)
Pada tingkatan ini, siswa tidak hanya menghadiri suatu objek atau fenomena tetapi juga bereaksi terhadapnya.
c.       Kemampuan menilai (valuing)
Tingkat ini berkenaan dengan nilai yang dikenakan siswa terhadap suatu objek atau fenomena tertentu.
d.      Kemampuan mengorganisasi (organization)
Hasil belajar pada tingkat ini berkenaan dengan organisasi suatu nilai (merencanakan suatu pekerjaan untuk memenuhi, mengatur, menyusun, dan mempertahankan kebutuhannya).
e.       Karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai
Hasil belajar pada tingkat ini penekanannya diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa.

Untuk pemahaman uraian di atas, kami sajikan contoh penelitian terkait tingkatan siswa terhadap pembelajaran metematika yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)      Pada tingkat pertama (menerima), sikap positif siswa dapat dilihat dari kesiapan siswa mengikuti pembelajaran siswa mengikuti pembelajaran matematika di kelas.
2)      Pada tingkat kedua (menanggapi), siswa yang bersikap positif akan cenderung menyenangi pembelajaran di kelas.
3)      Pada tingkat ketiga (menilai), siswa yang bersikap positif akan berusaha mempelajari materi matematika lebih dalam lagi, misalnya belajar di rumah.
4)      Pada tingkat keempat (organisasi), siswa yang bersikap positif akan berusaha menyelesaikan masalah/soal-soal matematika yang ada secara maksimal walaupun soal-soal tersebut tergolong sangat sulit sekalipun.
5)      Pada tingkat kelima (karakteristik), siswa yang bersikap positif akan berusaha menerapkan pengetahuannya dala memecahkan masalah pada kehidupan sehari-hari atau dapat berpikir kritis dalam menghadapi segala hal.[15]

3.      Strategi Mengajarkan Perubahan Sikap
Sikap terbentuk melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman seseorang, dan bukan merupakan faktor bawaan atau faktor intern seseorang (Jalaluddin, 1996:187). Dengan demikian, sikap terbentuk oleh adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Azwar (1998:30-38) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang, antara lain yaitu: pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, lembaga pendidikan, dan faktor emosi dalam diri individu.
Secara teknis, strategi pengembangan sikap dan perilaku bermoral siswa dalam kegiatan pembelajaran setidaknya dapat ditempuh melalui tiga alternatif strategi secara terpadu, yaitu:
a.       Mengintegrasikan konten kurikulum pembelajaran moral yang telah dirumuskan ke dalam  mata pelajaran yang relevan, terutama mata pelajaran agama, kewarganegaraan, dan bahasa (baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah).
b.      Mengintegrasikan pembelajara moral ke dalam kegiatan yang telah diprogramkan atau direncanakan.
c.       Membangun komunikasi dan kerjasama antara pihak sekolah dengan orangtua peserta didik.[16]



PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian materi yang telah dipaparkan di atas, dapat kami simpulkan bahwa pada hakikiatnya, sebelum kita mempersiapkan proses pembelajaran kita harus mengetahui apa itu fakta, konsep, prinsip, maupun prosedur-prosedur kaitannya dengan pengajaran.
Menurut Reigeluth, (1987:98) yang dimaksud fakta kaitannya dengan pengajaran asosiasi antara objek, peristiwa atau symbol yang ada atau mungkin ada dalam lingkungan nyata atau imajinasi. Fakta dalam hal ini dimaksudkan dapat berupa nama-nama objek, nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian suatu benda, dan lain-lain.
Kaitannya dengan pengajaran, konsep dalam hal ini dapat diartikan sebagai sekelompok objek atau peristiwa atau simbol yang memiliki karakteristik umum yang sama dan diidentifikasi dengan nama yang sama, misalnya konsep tentang manusia, hari akhir, surga dan neraka. Konsep di sini dapat berupa pengertian, definisi, dan hakikat inti dari isi.
Pengertian prinsip kaitannya dengan pengajaran merupakan hubungan sebab akibat antara konsep, misalnya hubungan diperintahkannya shalat dengan pencegahan perbuatan keji dan mungkar. Prinsip dalam hal ini dapat berupa dalil, rumus, postulat, adagium, dan paradigma.
Prosedur adalah urutan langkah untuk mencapai suatu tujuan, memecahkan masalah tertentu, atau membuat sesuatu. Prosedur dalam yang dimaksudkan dalam hal ini  dapat berupa langkah-langkah mengerjakan sesuatu secar a urut, misalnya wudlu, shalat, haji, langkah-langkah menelepon, cara-cara pembuatan bel listrik, dan sebagainya.
Adapun terkait dengan hal kecakapan individu dalam pengajaran ini berupa recall atau aplikasi kecakapan yang harus dicapai siswa, yakni meliputi:
·         Kecakapan diri (personal skill)
·         Kecakapan berpikir rasional (thinking skill)
·         Kecakapan sosial (social skill)
·         Kecakapan akademik (academic skill)
·         Kecakapan vokasional (vocational skill)
Sedangkan sikap yang harus dicapai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran meliputi lima tingkat kemampuan, yaitu meliputi kemampuan menerima (receiving), kemampuan menanggapi/menjawab (responding), kemampuan menilai (valuing), kemampuan mengorganisasi (organization), dan karakteristik dengan suatu nilai atau kompleks nilai.





[1] Konsep ini dikemukakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, 2012, hlm. 251-252
[2] Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2012, hlm. 46
[5] Abdul Majid, op.cit, hlm. 47
[6] Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, edisi pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hlm. 24
[7] Abdul Majid, op.cit, hlm. 15-16
[8] Ibid, hlm. 17-18
[9] Ibid, hlm. 46
[10] Ibid, hlm. 94-95
[11] Ibid, hlm. 46
[12] Wina Sanjaya, op.cit, hlm. 40-45
[13] Algoritma ialah resep atau seperangkat perintah yang disajikan dalam “format pohon keluarga.” (Ivor K. Davies dalam bukunya Pengelolaan Belajar, 1991, hlm. 197)
[14] Abdul Majid, op.cit, hlm. 51-52
[15] http://acenale.wordpress.com/2012/13/14/sikap-siswa-dalam-belajar/ diakses pada 5 Mei 2013 pukul 02.45 WIB